Akhir-akhir
ini suasana rumah sedang tidak menyenangkan. Kembalinya DIA di rumah membuat
suasana rumah sedikit lebih panas. Beberapa kali terjadi pertengkaran yang aku
sendiri menganggap semua itu lantaran sesuatu yang sepele. Mereka terlalu
membesar-besarkan dan membuat pertengkaran semakin menjadi. Aku tak pernah
berkeinginan untuk ikut campur dalam pertengkaran mereka, selama tidak
benar-benar mengganggu telingaku.
Aku
mulai muak dengan pertengkaran yang kerap terjadi. Rumah yang kubangun dengan
harapan tenteram dan nyaman tinggal di dalamnya, tampaknya hanya akan menjadi
angan-angan saja selama DIA masih tinggal di rumah ini. Aku pun sudah tak ada
niat untuk bicara dan berbaik hati dengannya. Mulutku akan menjadi kaku saat mulai
berhadapan dengannya. Sungguh tak lagi ada keinginan untuk berbicara dengannya.
Cincin Kawinku?..
Aku
memutuskan untuk mengambil cuti lebih awal dari tanggal perkiraan melahirkan.
Mengapa? Selain aku merasa lelah bekerja dengan perut buncit yang telah berumur
Sembilan bulan, aku juga sering merasakan sakit yang aku pikir itu sudah
tanda-tanda waktu melahirkan sudah dekat. Memang Pemerintah memberikan
kebijakan cuti selama tiga bulan bagi pegawai yang akan melahirkan, akan tetapi
aku hanya akan mengambil cuti selama satu bulan. Aku pikir terlalu banyak
pekerjaan yang kutinggalkan di kantor, mengingat awal tahun adalah saat dimana
pekerjaanku menumpuk dan tak ada yang bisa menyelesaikan. Ya, semua
teman-temanku telah mempunyai tugas masing-masing. Akan terlalu berat rasanya
jika pekerjaanku harus dibagi lagi kepada mereka. Selain itu, akan lebih
membosankan berada di rumah terlalu lama apalagi tak ada yang menjamin
pertengkaran tak akan terjadi lagi di rumah.
Sudah
dua minggu aku istirahat di rumah, belum juga ada tanda-tanda aku akan
melahirkan. Rasa sakit yang sering aku rasakan di akhir aku bekerja pun sudah
tak pernah lagi aku rasakan selama aku cuti. Yang ada aku malah merasa semakin
gendut, pastilah berat badanku naik lagi. Hmm.. jariku pun tampak membesar.
Cincin yang melingkar di jari manisku pun terasa sedikit sempit. Aku jadi
teringat cincin kawin yang telah lama kutanggalkan lantaran selama ini memang
longgar di jariku. Cincin itu sudah lama kusimpan karna takut terlepas dari
jariku. Karna kulihat jariku sudah agak gendutan, mungkin saja cincin itu
sekarang pas. Segera kubuka lemari pakaianku, meraba di tumpukan baju paling
bawah. Aku menyimpan cincin itu disana. Tapi, kok nggak ada? Seingatku aku tak
pernah memindahkan barang itu kemana-mana. Aku yakin aku menyimpannya disana.
Segera aku memberi tahu suamiku akan hal
itu. Ia mencoba untuk menenangkanku dan memintaku mencarinya sekali lagi. Aku
pun langsung membongkar semua isi lemari. Berharap cincin itu terselip di suatu
tempat. Tapi, harapan itu sirna. Cincin itu tak kutemukan. Aku dan suamiku
hanya saling bertatapan. Ya, cincin itu hilang. Seseorang telah mengambilnya.
Kami yakin itu. Kami sama-sama tahu siapa yang patut dicurigai dalam hal ini.
Sungguh tak ada orang lain yang berani mengambil barang-barang kami selain DIA.
Itu bukan barang yang pertama yang pernah ia ambil tanpa sepengetahuan kami.
Aku tak bisa lagi berkata-kata. Hanya kata ‘tega’ yang terus terucap di hatiku.
Suamiku memintaku untuk mengikhlaskannya. Ia tahu barang itu sudah tak ada
lagi. Percuma mempertanyakannya, hanya akan membuat keributan di rumah ini
lagi. Sungguh tak bisa dipercaya, DIA setega itu terhadapku.
Akhirnya Hari itu Datang Juga..
Tanggal
10 Desember 2014 pukul 9 pagi, kulihat ada bercak darah keluar dari daerah
kewanitaanku. Sepertinya ini tanda-tanda aku akan segera melahirkan. Tapi, tak
ada rasa sakit. Ini akan menjadi kali kedua aku melahirkan, tapi jujur
tanda-tanda yang ada kini berbeda ketika aku akan melahirkan anak pertama.
Ketika aku akan melahirkan anak pertama, hanya rasa sakit yang aku rasakan
terlebih dahulu. Tak ada darah, tak ada pecah ketuban seperti yang orang-orang
ceritakan. Kali ini aku hanya melihat bercak darah. Ah, mungkin aku harus
menunggu tanda-tanda berikutnya. Mungkin aku harus menunggu rasa sakit itu
muncul.
Tak
hanya tanda-tanda itu yang membuatku bingung hari ini, tiba-tiba anak pertamaku
sakit. Diare dan demam. Sungguh sedih rasanya melihat keadaan anakku yang
sedang sakit. Lalu bagaimana jika benar aku akan melahirkan. Itu artinya aku
harus meninggalkan ia hanya berdua dengan ibuku. Cepat sembuh nak.
Di saat
aku sedang sibuk mengurus anakku yang sedang sakit, DIA datang dan bermaksud
ingin meminjam sepeda motorku. Sebenarnya aku sudah enggan bicara dengannya,
apalagi meminjamkan sesuatu kepadanya. Akan tetapi aku hanya ingat satu hal,
bahwa DIA bukanlah orang lain bagiku. Tak tega juga rasanya jika menolak
permintaannya. Akhirnya aku meminjamkan sepeda motorku. Sebelumnya aku berpesan
agar tak memakainya terlalu lama karena aku akan memakainya. Mungkin hari ini
aku akan melahirkan, keberadaan sepeda motor di rumah pastilah sangat
dibutuhkan jika terjadi apa-apa. Begitulah pesanku sebelum akhirnya ia membawa
sepeda motorku pergi entah untuk kepentingan apa, aku pun tak begitu peduli
dengan alasan yang ia utarakan padaku. Aku tahu itu hanyalah bohong belaka.
Sampai
sore hari, tak ada tanda-tanda berikutnya bahwa aku akan melahirkan. Malah tak
ada tanda sama sekali. Tak ada bercak darah, tak ada rasa sakit. Suamiku yang
mengetahui hal itu merasa sedikit khawatir. Ia mengajakku untuk memeriksakan
diri ke rumah sakit. Akhirnya aku pun menurutinya hanya untuk memastikan bahwa
hal ini bukanlah sesuatu yang berbahaya.
Kami
berdua kemudian pergi ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit segera aku
utarakan kepada dokter tentang tanda-tanda yang aku alami tadi pagi. Kemudian
aku diperiksa oleh perawat. Benar saja, pembukaan satu. Dokter menyarankan agar
aku segera rawat inap, tapi aku tahu bahwa pembukaan satu adalah awal
perjalanan. Tentu aku akan mati kebosanan berada di rumah sakit menunggu hingga
waktu melahirkan. Selain itu, aku mengingat anakku yang sedang sakit di rumah.
Aku masih ingin bersamanya saat ini. Akhirnya dokter mengizinkan aku pulang
dengan catatan untuk segera kembali ke rumah sakit jika telah merasa sakit atau
tanda-tanda lain seperti pecah ketuban contohnya.
Dalam
perjalanan pulang, suamiku menanyakan tentang sepeda motorku yang tak ada di
rumah. Aku katakan DIA meminjamnya tadi pagi dan sampai sekarang belum pulang. Tak
ingin berpikir yang tidak-tidak saat ini, hanya berharap ia segera kembali.
Sesampainya
di rumah, aku segera menemui anakku. Kuajaknya ia untuk segera tidur. Hanya
dengan beberapa lagu kunyanyikan, ia sudah terlelap. Tak lama aku pun
memutuskan untuk tidur, esok pagi mungkin akan menjadi hari yang melelahkan.
Suamiku yang biasanya selalu terlambat tidur pun memutuskan untuk segera tidur.
Pukul
04.00 dini hari, aku terbangun. Kurasakan basah di daerah kewanitaanku. Tapi,
hanya sedikit basah. Itukah namanya pecah ketuban. Aku benar-benar tak yakin.
Orang bilang pecah ketuban itu mengeluarkan air yang banyak. Segera aku
tanyakan ibuku, tapi tanggapannya tidak terlalu meyakinkan. Hmm.. ya, mungkin
beliau sudah lupa. Sudah 26 tahun yang lalu terakhir ia merasakan hal seperti
yang aku rasakan saat ini.
Suamiku
bangun dengan panik begitu aku memberitahukan mengenai sesuatu yang ‘basah’
itu. Ia langsung beranjak dari tempat
tidur dan memintaku bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Akhirnya aku dan
suamiku pergi ke rumah sakit, meninggalkan anakku yang masih tidur. Kuminta ibu
untuk menjaganya selama aku tak di rumah.
Dengan
sepeda motor putih milik suamiku, kami berangkat menuju rumah sakit. Jalanan
masih gelap dan dingin. Rumah-rumah masih tertutup rapat. Lampu teras mereka
pun masih menyala. Hanya beberapa kendaraan yang melintas di jalanan yang sama
dengan yang kami lalui. Ada penjual sayur, becak motor dan beberapa mobil yang
pastinya mereka punya kepentingan sendiri-sendiri pagi ini.
Kami
melalui jalan bypass. Jalanan ini sering kulalui jika akan pergi ke kantor.
Pagi hari yang masih gelap seperti ini jalanan ini terasa lengang. Terasa lebih
panjang dari biasanya. Dan juga terasa lebih dingin. Aku dan suamiku hanya
berdiam diri melalui jalanan ini. Entah apa yang ada dalam pikiran suamiku, aku
pun tak tahu apa yang kupikirkan saat itu. Benar-benar merasa kacau.
Kutenangkan diriku hanya dengan diam.
Sesampainya
di rumah sakit, aku langsung menuju ruang VK. Aku tak tau apa kepanjangan dari
singkatan itu, tapi yang kutahu disanalah tempat dikumpulnya para calon ibu
yang akan dan telah melahirkan. Kulihat banyak yang terbaring dengan
selang-selang infuse terjulur di tangan mereka. Kebanyakan dari mereka telah
melahirkan. Hanya ada beberapa yang masih buncit sepertiku. Dokter yang sedang
berjaga saat itu memintaku berbaring di tempat tidur yang masih kosong. Ia akan
segera memeriksaku. Dokter yang kutemui tadi malam, ia masih mengenaliku dan
tertawa kecil saat tahu aku kembali lagi sepagi ini. Ia menanyaiku beberapa
pertanyaan yang segera kujawab dengan mudah. Hehehe tentu saja, hanya
pertanyaan tentang riwayatku melahirkan. Bukan soal ujian yang mengharuskan aku
menghafal banyak buku. :D
Dokter
telah memeriksaku. Pembukaan dua, dokter itu memberitahuku sambil berlalu.
Astaga, baru pembukaan dua.
Pukul
5.00 pagi, aku mulai merasa sakit tapi tak terlalu. Aku mengenali rasa sakit
itu. Sakit yang kemudian menghilang, dan tak lama terasa sakit lagi. Pernah
kurasakan dua tahun lalu. Rasa sakit ini akan menjadi sangat menyakitkan selang
berjalannya waktu, kucoba untuk mengumpulkan keberanian dan kesabaran. Aku
harus lebih kuat, kali ini aku tak ingin mengeluh kesakitan seperti saat
pertama aku melahirkan. Aku sadar kali ini hanya aku berdua dengan suamiku. Aku
tak mau membuatnya panik dan bingung. Saat sakit itu datang, aku akan segera
beranjak dari tempat tidurku dan berjalan-jalan sebentar sambil
menggosok-gosokkan tanganku di punggung. Aku kembali ke tempat tidur saat sakit
itu menghilang.
Welcome to the World, Son..
Entah
sudah berapa kali aku diperiksa selama berada di ruang VK. Berganti-ganti pula
orang yang datang memeriksaku. Ada kalanya dokter, bidan, perawat, dan lebih
seringnya mahasiswa dari sekolah kesehatan yang sedang PKL di rumah sakit itu.
Rasa sakit yang aku rasakan pun semakin menjadi. Terasa lebih sakit dari
awalnya. Kuhibur diriku dengan bermain game, mendengarkan music bahkan
memperhatikan dokter-dokter ganteng yang mirip actor korea hehehe..
Sakit
dan sangat sakit. Lama-lama aku tak sanggup berjalan. Aku terbaring di tempat
tidur dengan rasa sakit yang teramat itu. Kugenggam tangan suamiku, berharap
mendapatkan kekuatan darinya. Tiba-tiba.. Pok! Seperti ada yang pecah.
Kurasakan daerah kewanitaanku kemudian mengeluarkan air. Air yang sangat banyak
hingga membasahi pakaian yang kukenakan saat itu. Ini baru pecah ketuban. Segera
kuberitahukan suamiku dan ia pun pergi untuk memberitahu perawat. Ia tampak
panik. Kadang aku ingin tertawa jika mengingat ekspresi wajahnya saat itu. Ia
sangat panik dan bingung.
Beberapa
wanita berseragam putih mendatangiku. Salah satu diantaranya memeriksaku,
melihat air yang membasahiku. Ia meminta wanita yang berseragam putih lainnya
untuk memasangkanku pampers. Lho kok?
Kan airnya sudah keluar? Hmm.. entahlah apa maksudnya tapi aku pasrah aja. Aku
lebih peduli dengan rasa sakit yang sudah memuncak ini.
Di
tengah-tengah kebingungan suamiku, tiba-tiba tetangga rumahku datang. Seorang
wanita yang lebih tua beberapa tahun dariku. Kami memang akrab. Aku
meemberitahunya saat masuk rumah sakit dan ia berjanji akan datang. Ia menepati
janjinya di saat yang tepat. Ia melihatku merasakan sakit, menanyaiku beberapa
pertanyaan yang untuk menjawabnya aku membutuhkan kesabaran karna kekuatanku
terbagi dengan menahan rasa sakit ini tanpa harus teriak-teriak. Ia kemudian
menggosok-gosok punggungku dan suamiku tetap disampingku dengan terus
menggenggam tanganku. Di saat sakit itu datang dan aku tak sanggup lagi
menahannya, ia hanya membisikkanku untuk kuat dan sabar.
Pukul
15.30 aku merasa bayi yang ada di perutku ini akan segera keluar. Wanita yang
tadi mengobati sakitku dengan terus menggosok-gosokkan tangannya di punggungku
itu pun langsung berlari memberi tahu perawat. Segera dokter dan perawat
menghampiriku, memeriksaku sebentar dan kemudian meminta agar aku dipindahkan
ke ruang bersalin. Tetap dengan suami dan tetanggaku yang terus berada
disampingku.
Setibanya
di ruang bersalin, dokter itu memintaku berdiri dan pindah ke tempat tidur
bersalin. What??? Anda sudah gila? Bayinya sudah mau keluar bu dokter. Nggak
mau. Terjadi perdebatan kecil saat itu antara aku dan dokter yang akhirnya bu
dokter mengalah dengan membiarkanku melahirkan di tempat tidur pertamaku dari
ruang VK. Tak lama. Hanya beberapa kali mengedan kemudian terdengar suara
nyaring tangisan seorang bayi. Welcome to the World Son.
Akhirnya,
seorang bayi tampan berkulit putih (mudah-mudahan gak luntur :D)
dengan berat 3,3 kg dan panjang 51 cm telah lahir. Dialah putra keduaku.
Alhamdulillah, tak henti-hentinya kupanjatkan syukur kepada Allah SWT yang
masih melindungiku hingga anakku lahir dengan selamat.
Panggil Aku ‘Dul’
Sudah
dua minggu setelah kelahiran putra keduaku, tapi belum juga ada sebuah nama
yang cocok di hati suamiku untuk diberikan padanya. Memang, suamiku meminta
agar ia yang mencarikan nama untuk putra kedua kami. Beberapa usulan yang aku
berikan pun ditolak. Sudah banyak yang bertanya ‘siapakah nama si kecil?’ yang
kemudian kujawab belum ada. Agak mengherankan memang karna sudah dua minggu
lebih bayi mungil ini belum memiliki nama. Akhirnya aku memutuskan untuk
memanggilnya ‘Dul’. Nama panggilan yang sederhana tapi aku menyukainya. Semoga
kamu juga menyukainya nak. :)
Kebahagiaan Esok Hari..
Kuakui
kelahiran putra keduaku ini ada banyak musibah yang kualami. Sampai saat
tulisan ini aku selesaikan, DIA tak kunjung pulang. Hilang bersama sepeda
motorku. Sepeda motor pertama yang pernah kumiliki.
Walaupun
DIA tak ada lagi di rumah, kerap aku masih merasakan ketidaknyamanan tinggal di
rumah itu. Masih ada orang yang tak bisa mengerti keadaanku saat ini. Ada
kalanya aku merasa tersudutkan. Sedih rasanya. Tapi ku coba terus untuk kuat. Kucoba
untuk mengikhlaskan semuanya. Aku akan baik-baik saja. Masih ada suamiku yang
terus menghiburku. Ada anak-anakku yang menjadi penyemangatku. Kuharap semua
musibah yang sedang kami alami ini adalah ujian yang menjadikannya penghapus segala
dosa kami. Kami pasti bisa melalui semua ini. Aku yakin semua akan tergantikan
dengan sesuatu yang lebih baik.
Akan ku
buang jauh-jauh segala kesedihan dan kebencian dalam diriku. Kusambut tahun
baru dengan suka cita. Esok kuharap akan menjadi hari yang lebih baik. Happy
New Year 2015..